SASTRA DAN EKONOMI KREATIF
“ ADA APA DENGAN
KITA
? “
Oleh : Rizky Wulansetiasari
Jika kita berbicara sastra, tentu yang
terlintas dipikiran kita secara singkat sastra adalah seni budaya. Dan jika kita berbicara tentang ekonomi kreatif, boleh dikatakan belumlah akrab di dalam wacana public, namun kita dapat simpulkan bahwa ekonomi
kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan
kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan
dari
sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. Tentu juga akan terlintas dipikiran kita, apa
hubungan sastra dan ekonomi kreatif ?
Mengapa kita perlu
mengetahui sastra dan
ekonomi kreatif
? Apa
saja yang perlu dikembangkan
untuk sastra dan ekonomi kreatif ?
Sastra Dalam Pengertian Umum
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta
„Sastra‟, yang berarti “teks yang mengandung instruksi”
atau “pedoman”, dari kata dasar „Sas‟ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan „Tra‟
yang berarti “alat” atau
“sarana”. Dalam bahasa
Indonesia kata
ini
biasa
digunakan
untuk
merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau
sastra lisan (sastra
oral). Di sini
sastra
tidak banyak berhubungan
dengan tulisan,
tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan
pengalaman atau pemikiran
tertentu. (id.m.wikipedia.org.sastra)
Ada sastra tulis, ada
juga sastra
lisan. Perbedaan keduanya
hanya terletak dalam cara
menyajikannya. Sastra tulisan (written literature) yaitu sastra yang menggunakan
media tulisan atau literal. Sastra
tulis muncul ketika
manusia telah mengenal dan
menggunakan simbol-simbol aksara dalam komunikasinya, sehingga tulisan menjadi
wahana
dalam komunikasi sastra antara pencipta
dan penikmat sastra
(Teeuw,
2003:229).
Ekonomi
Kreatif
Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan dari
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan
ekonominya. (id.m.wikipedia.org.ekonomikreatif)
Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008)
merumuskan ekonomi
kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang
berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya
yang terbarukan.
Di Indonesia, Ekonomi Kreatif muncul
melalui kebijakan negara. Tetapi
bukan berarti kegiatan ekonomi kreatif baru muncul seiring dengan kebijakan pemerintah
tersebut. Ekonomi Kreatif telah lama tumbuh dan berkembang
di masyarakat, namun
secara khusus mendapat perhatian dan pembinaan yang kuat dari pemerintah baru
dimulai pada era pemerintahan
SBY.
Pemerintahan SBY telah meninggalkan legacy yang baik terkait pengembangan dan pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia. Secara
kronologis kebijakan ekonomi kreatif dimulai oleh pernyataan Presiden untuk meningkatkan industri kerajinan dan
kreativitas bangsa, terselenggaranya Pekan Produk
Budaya Indonesia
2007,
yang berubah nama
menjadi
Pekan Produk
Kreatif Indonesia
2009,
terbitnya
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, hingga Perpres Nomor 92 Tahun 2011 yang menjadi dasar
hukum
terbentuknya kementerian baru yang mengurusi ekonomi
kreatif, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif dengan
Menterinya, Mari
Elka Pangestu. Kemudian lebih
lanjut terbitlah pada tahun 2012.
Mari Elka Pengestu (Tempo, 2014) menyebutkan bahwa ada
tujuh isu strategis
yang menjadi potensi maupun tantangan yang
perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan dalam pengembangan ekonomi
kreatif. Antara lain,
ketersediaan sumber daya kreatif (orang kreatif) profesional dan kompetitif; ketersediaan sumber daya alam berkualitas, beragam, dan kompetitif; sumber daya budaya yang dapat diakses secara
mudah; serta industri yang berdaya saing,
tumbuh, dan beragam.
Departemen Perdagangan RI
telah mencanangkan 14 bidang usaha untuk menopang pertumbuhan ekonomi kreatif, yakni (1) jasa periklanan, (2) arsitektur, (3) seni rupa, (4) kerajinan, (5)
desain, (6) mode (fashion), (7) film,
(8) musik, (9) seni pertunjukan, (10)
penerbitan, (11) riset dan pengembangan, (12) software, (13) televisi dan radio, serta
(14) video game (15) Kuliner. Industri kreatif, menurut Mari Elka Pangestu (2007), merupakan pilar
utama dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif yang memberikan dampak yang positif
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
(silontong.com 2014.06.16)
Dari 15 bidang usaha yang yang dikeluarkan Departemen Perdagangan RI
untuk memajukan ekonomi kreatif, jelas terlihat bahwa kebanyakan sastra atau seni yang
termasuk dalam bidang usaha tersebut, seperti Seni rupa, kerajinan, film, music, dan seni pertunjukan. Ini membuktikan bahwa sastra sangat berperan penting dalam memajukan
ekonomi kreatif.
Potensi Ekonomi
Kreatif Maluku Berbasis Ide dan Kreasi
Maluku
memiliki potensi sumber daya industri
kreatif yang luar
biasa. Kekayaan kultural, terutama seni dan budaya yang
ada di Maluku, bisa menjadi pondasi pengembangan industri
kreatif ke depan. Sebab semua subsektor
yang masuk kategori
Ekonomi kreatif, semua ada di Maluku
dan
potensial untuk dikembangkan. Namun selama
ini,
sebagian besar
eksploitasi sumber
daya kreatif belum mengarah pada pengembangan
untuk tujuan ekonomi.
Salah satu pengembangan ekonomi
kreatif
yang strategis adalah Ekonomi
Kreatif Berbasis Budaya Maluku. Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif tidak dapat
lepas dari budaya daerah-daerah setempat di Maluku karena budaya
harus menjadi basis
pengembangannya. Dalam kebudayaan Maluku ada yang disebut
dengan kearifan lokal
yang menjadi nilai-nilai bermakna, antara lain, diterjemahkan ke dalam bentuk fisik berupa
produk kreatif daerah setempat. Maluku terkenal dengan keaneka ragaman
budayanya
sehingga sangat tepat jika dikembangkan kegiatan-kegiatan untuk menunjang kekayaan Maluku.
Sastra dan kebudayaan sangat erat kaitannya, dalam hal ini sastra
berperan
penting dalam hubungan kebudayaan suatu masyarakat setempat atau menjadi bagian dari kebudayaan tersebut misalnya, karya
sastra baik lisan maupun tulisan merupakan salah satu bagian kesenian, sedangkan kesenian itu sendiri juga merupakan bagian kebudayaan.
Beberapa Bidang
Usaha yang dapat dikembangkan yaitu:
Subsector Film
Subsector film,
saat ini masih kurangnya perhatian pemerintah untuk
mengembangkan perfilman
di Maluku, padahal banyak
sekali cerita rakyat di Maluku
yang patut untuk difilmkan agar cerita
rakyat tidak hilang oleh
generasi yang akan
datang.
Memang baru-baru ini masih teringat jelas diingatan kita bahwa 1 film yang
sangat membanggakan masyarakat Maluku yaitu film yang
diperankan oleh Ciko Jeriko yang
berjudul Cahaya Dari Timur, Beta Maluku. Yang
mengangkat kisah konfilk di Maluku
17 tahun yang lalu, dengan mengangkat sumber daya alam dan sumber
daya
manusia yang ada di Maluku ini sangat membanggakan karena masuk ke
layar lebar
perfilman di Indonesia.
Namun dengan begitu masih saja kurangnya perhatian dari pemerintah untuk mengembangkannya, padahal banyak komunitas-komunitas
perfilman di Maluku yang
masih berusaha mengakat potensi anak Maluku untuk terus berkarya, misalnya saja
pada tahun 2015 kemarin, saya mengikuti casting film docudrama yang diadakan oleh Komunitas Kreasi Film Anak Maluku, saya senang karena bisa berpartisipasi dalam film yang berjudul Estafet
Negeri
Lelemuku
ini, namun
setelah
selesai
shooting, ternyata masih kurang dana dan perhatian pemerintah untuk mengembangkannya. Ini
perlu dipertanyakan, apakah hanya film yang ada artisnya saja yang pantas
untuk dikembangkan ? mengapa bukan kita sebagai
anak daerah saja yang dikembangkan
?
Kemudian dari
subsector film ini, kita juga bisa mengangkat sastra tulis sebagai subsector yang mampu bersaing, misalnya dengan menulis cerita tentang
kisah-kisah di
daerah yang ada di Maluku dan tentang potensi sumber daya alam yang ada di Maluku, ataupun tentang sejarah yang ada di Maluku,
Ini bisa menjadi sangat menguntungkan
sebagai ekonomi
kreatif jika cerita yang dibukukkan
menjadi novel bisa diangkat untuk
di filmkan.
Mengembangkan Sastra dan Ekonomi Kreatif dengan berbasis Pariwisata
Dalam pengembangan ekonomi kreatif
di Maluku melalui sektor wisata
akan
mendorong daerah tujuan wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif
yang akan
memberi nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding
dengan daerah tujuan
wisata lainnya.
Dari sisi
wisatawan,
mereka
akan
merasa
lebih
tertarik untuk berkunjung ke
daerah wisata yang
memiliki produk khas
untuk
kemudian dibawa
pulang sebagai souvenir. Di sisi lain, produk-produk kreatif tersebut secara tidak langsung akan melibatkan individual dan kelompok pengrajin yang
bersinggungan dengan sektor budaya. Persinggungan tersebut akan membawa dampak positif
pada upaya
pelestarian budaya dan
sekaligus
peningkatan
ekonomi serta
estetika
lokasi wisata.
Dengan cara melestarikan wisata yang ada di Maluku, maka akan banyak sekali peluang bagi
sastrawan untuk menciptakan hasil karya
yang berbobot
untuk
di
tampilkan atau ditunjukkan
kepada para wisatawan.
Seni Pertunjukan dan
Musik
Industri Kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan
kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi
pertunjukan, pertunjukan tarian tradisional, musik-tradisional, Semua bentuk dan jenis tarian adat di Maluku dapat dikembangkan menjadi komoditi industry
kreatif dalam
menarik wisatawan ke Maluku semakin besar.
Beberapa bentuk atraksi budaya dan seni
tari asal Maluku yang
patut menjadi komiditi unggulan adalah Atraksi Bambu Gila dan Pukul Manyapu (Sapu Lidi), Upacara Panas Pela, Upacara
Sasi Lompa dan Sasi Kelapa, Upacara Cuci Negeri, disamping
itu
Tari Lenso, Tari Saureka-Reka, Tari Cakalele, Tari Orlapei, Katreji, Ari Kerpopo, Tari Seka
dari
MBD. Hal ini dapat terlaksana
jika
pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota memberikan apresiasi yang
besar yang tergambar
dalam politik anggaran daerah yang dikeluarkan untuk membina dan mengembangkan
taria-tarian
di Maluku berdasarkan lembaga yang berkompeten
Kerajinan/Seni
Ukiran
Industri Kreatif
subsektor kerajinan
adalah
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat
dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi
barang kerajinan
yang terbuat
dari: batu
berharga, serat
alam
maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu,
besi) kayu, kaca,
porselin,
kain, marmer, tanah
liat, dan kapur. Berdasarkan
bahan
baku (raw material), produk kerajinan
dikategorikan menjadi: Keramik
seperti produk
sempe dari tanah liat di Saparua, Logam seperti besi putih di Batumerah di Ambon, juga pandai besi untuk parang/pedang atau pisau di Saparua dan Leihitu, Serat alam seperti,
kerajinan bambu, akar-akar pohon,
rotan, batok kelapa dan serat kelapa dan lainnya,
Batua-batuan seperti
batu-batu
mulia dari
Pulau
Seram
dan sebagainya
Kain Tenunan
Salah
satu produk yang
terkenal dari Maluku adalah produk
tenun. Tenun adalah warisan budaya dan jati diri bangsa
Maluku. Permintaan akan kain-kain tenun Tanimbar (MTB) atau Tenunan Kisar (MBD) belum berkembang dengan baik. Wisatawan manca
negara yang
datang ke Maluku dapat juga membeli produk-produk tenun baik untuk
barang koleksi maupun
untuk dijual lagi di Negaranya . Jadi produk tenun Tanimbar
dan Tenunan Kisar
ini sangat berpeluang
untuk dikembangkan
dan
menjadi salah
satu
alternatif untuk
menciptakan produk ekonomi kreatif. Jika
di lihat dari sektor
pariwisata produksi tenun
Tanimbar dan Tenunan Kisar
dapat dijadikan
magnet yang
mendatangkan wisatawan, sehingga produksi tenun
merupakan salah
satu sektor
ekonomi kreatif yang bisa meningkatkan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara .
Wisata Sejarah,
Wisata Pantai, Wisata Alam
Wisata Sejarah
Maluku sangat kaya akan Sumber Daya Alam yang butuh campur tangan pemerintah untuk melestarikan dan memamerkannya pada dunia. Misalnya
Wisata sejarah, seperti Monumen Pattimura di Ambon Park, yang menggambarkan perjalanan
sejarah Thomas Matulessy atau dikenal dengan nama Pattimura, Monumen Christina Martha Tiahahu Karang Panjang
Kota
Ambon, Monmen Gong
Perdamaian adalah salah satu tempat yang
sering dikunjungi oleh masyarakat kota Ambon, ataupun
wisatawan nusantara dan
laur
negeri. Gong
ini terletaka
di
dekat
alun-alun Kota Ambon, berhadapan dengan lapangan Merdeka
Ambon dan kantor Gubernur serta Kantor
Walikota Ambon, Benteng
Amsterdam Negeri Hila Kecamatan Leihitu adalah salah satu saksi sejarah bahwa di Maluku pernah hadir tentara portugi, dan
msih banyak lagi wisata
sejarah yang patut untuk dilestraikan.
Wisata Pantai
Wisata pantai Pantai Natsepa adalah tempat rekreasi atau wisata yang berada
dekat dengan kota
Ambon, pantai Namalatu ada
di Negeri Latuhalat, Kecamatan
Nusaniwe Kota Ambon, Pintu Kota adalah salah satu destinasi wisata yang menjadi
kebanggaan
masyarakat Kota Ambon, Pantai Ora di wilayah Seram Utara, Pantai
Ngurtafur adalah salah
satu pantai
terindah dan memiliki karakteristik tersendiri.
Pantai ini berada di
Pulau Warbal
Kabupaten Maluku
Tenggara. Dan masih banyak
lagi pantai- pantai yang masih belum terjangkau.
Wisata Alam
Keindahan laut banda menjadikan obyek wisata laut banda
sebagai salah satu destinai wisata mereka dengan tujuan untuk menikmati
pemandangan bawah laut Banda
yang indah, Pulau Marsegu atau Pulau kelelawar adalah salah satu pulau kecil yang
ada
di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Pulau ini memiliki cirri khusus yaitu pohon bakau yang lebat dan menjadi habitat bagi marsegu (kelelawar), Pulau Pombo, pulau ini menjadi salah satu tujuan pencinta diving. Air yang
jernih serta keindahan alam bawah laut
yang terdiri dari beraneka ragam flora dan fauna laut serta gugus terumbu karang yang
masih sehat dan sangta memukau kepada pencinta diving, Gunung Binaya adalah
gunung
yang tertinggi
di
Maluku
dan membentang di Pulau
Seram yang oleh masyarakat Maluku disebut
Pulau Ibu atau Nusa Ina. Dan masih banyak lagi wisata alam
lainnya. (Poluwunu Wakalere 2015.0510)
Nyanyian
Di Maluku, sastra
lisan sangat dominan karena ketiadaan sistem aksara
bahasa- bahasa daerah yang digunakan oleh para penduduk di kepulauan Maluku, sehingga transformasi sastra berlangsung secara lisan
pada masa sebelum masuknya bangsa- bangsa asing ke wilayah Nusantara (Latupapua dkk,
2012:2).
Nyanyian dapat diakatan sebagai sastra lisan, di Maluku
nyanyian
disebut sebagai kapata atau nyayian
dalam bahasa daerah. Ini juga
perlu dikembangkan seperti lagu daerah asal Maluku yang
tidak asing lagi didengar yaitu lagu yang berjudul
Ayo Mama, lagu ini malah dikembangkan oleh orang dari luar daerah Maluku, kemudian ada juga
lagu-lagu
daerah yang sering dinyanyikan dalam
upacara
adat
dari negeri Tamilouw, Hutumuri dan Sirisori. Ini perlu kita ketahui
apalagi sebagai anak negeri yang masih ada
pada generasi sekarang dan ke
depan masih belum tahu
tentang Kapata
tersebut serta dengan bentuk, makna, dan fungsi yang didalamnya berisi pesan-pesan
atau yang
lain sebagainya untuk lebih mengetahui bagaimana hubungan persaudaraan
antara ketiga negeri tersebut.
Nah, dengan mengembangkan pariwisata yang ada
di Maluku akan sangat
membantu untuk memperkenalkan hasil karya
sastra atau seni budaya kita dan
perkembangan ekonomi
kita pada
dunia
dengan memanfaatkan 15 bidang usaha ekonomi kreatif yang telah dikeluarkan
pemerintah.
Kesimpulan
Indonesia masih jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga lainnya. Misalnya Singapura, telah lama mengembangkan ekonomi kreatif dalam rangka membangun daya
saing negara itu melalui pemaduan seni, bisnis, dan teknologi. Begitu juga dengan
Malaysia, yang melihat seni bisa menjadi
komodifikasi ekonomi melalui pariwisata.
Lalu bagaimana dengan Maluku? Hingga saat ini Pemerintah Daerah (Pemda)
Maluku belum memberi perhatian serius
pada sektor
industri kreatif ini. Padahal
melihat
keanekaragaman seni, budaya, dan warisan budaya Maluku, potensi itu sangat besar. Masalahnya,
Pemda
Maluku dan
pelaku industri yang ada saat
ini
belum mampu
mengubah potensi
itu menjadi industri yang membuka lapangan kerja dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini sebenarnya tidak
lepas dari keterlambatan
pemerintah Indonesia merespons
industri kreatif sebagai peluang ekonomi
baru. Perkembangan industri kreatif di Bandung, Yogyakarta, dan Bali saja, selama ini
lebih banyak digerakkan oleh
reaksi pelaku (industri
kreatif) terhadap permintaan (pasar) dan belum mendapat
sentuhan perencanaan jangka panjang.
Lantas ada apa dengan kita ?? seharusnya Maluku tidak ada lagi masyarakat yang
miskin, dengan melihat banyak
potensi yang bagus untuk dikembangkan demi
kemajuan ekonomi kreatif
kita di Maluku, kita
sebagai anak generasi penerus bangsa, harus
semangat
menciptakan
karya dan
mengembangkannya dengan
berbasis
karya yang mandiri dan
kreatif.
Intinya jika
hidup ingin ada perubahan, maka jangan banyak gaya. Tetapi
perbesar usaha. :)
Komentar
Posting Komentar